
Amerika Serikat (AS) melaporkan wabah pertama flu burung H7N9 yang mematikan di sebuah peternakan unggas Senin waktu setepat. Hal ini terjadi saat industri peternakan unggas Negeri Paman Sam terus diterpa wabah yang berdampak pada produksi dan ekspor produk protein hewani itu.
Mengutip Reuters, wabah terbaru H7N9 di AS terdeteksi pada sebuah peternakan yang memelihara 47.654 ayam pedaging komersial di Noxubee, Mississippi. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia menyebut virus ini telah dikonfirmasi pada tanggal 13 Maret.
“Virus flu burung H7N9 terbukti memiliki tingkat kematian yang tinggi bagi manusia di seluruh dunia yang menewaskan 616 orang, atau 39%, dari 1.568 orang yang terinfeksi di seluruh dunia sejak pertama kali terdeteksi pada tahun 2013 di China,” kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Penyebaran flu burung, yang biasa disebut flu burung, telah menghancurkan banyak sekali ternak di seluruh dunia, mengganggu pasokan, dan memicu harga pangan yang lebih tinggi. Penyebarannya ke mamalia, termasuk sapi perah di AS, telah menimbulkan kekhawatiran di antara pemerintah tentang risiko pandemi baru.
Jenis yang telah menyebabkan kerusakan paling parah pada unggas dalam beberapa tahun terakhir dan kematian satu orang di AS adalah H5N1. Departemen Agrikultur AS (USDA) mengatakan telah menganggarkan US$ 1 miliar (Rp 16,4 triliun) untuk mengatasi penyebaran virus tersebut.
Di sisi lain, virus ini telah menjadi salah satu katalis yang buruk bagi ekspor unggas AS. Presiden dan CEO Komisi Daging Ayam dan Telur, Greg Tyler, menyebutkan bahwa ekspor produk unggas terganggu ke sejumlah negara seperti China.
“Ekspor produk unggas AS telah menurun akibat wabah flu burung, tetapi China tetap menjadi pasar yang penting. Kami membutuhkan pasar itu untuk tetap terbuka dan pembaruan ini sangat penting untuk itu,” tutur Tyler, ketika berkomentar terkait pembaruan pendaftaran ekspor daging dari AS ke China.