Pakar sebut industri kehutanan perlu investasi

Pakar sebut industri kehutanan perlu investasi

Sejumlah pakar menyebutkan industri kehutanan dan produk kayu nasional saat ini memerlukan investasi jika tidak ingin sektor tersebut berhenti atau mati.

Pakar kehutanan dari IPB Prof. Sudarsono Sudomo menyatakan selama lebih dari 20 tahun terakhir kontribusi sektor kehutanan dan produksi kayu terhadap ekonomi nasional cenderung mengalami penurunan.

Sejak 1990 hingga 2023, lanjutnya di Jakarta, Selasa, jumlah perusahaan, luas areal, dan produksi kayu terus merosot. Dari sekitar 600 unit usaha di hutan alam, kini hanya tersisa 250-an perusahaan aktif.

Selain itu investasi di sektor kehutanan pun sangat kecil, jauh di bawah sektor perkebunan maupun perikanan.Saat ini investasi PMDN di sektor ini sangat rendah, hanya menghasilkan sekitar 1.500 tenaga kerja per Rp1 triliun.

“Padahal investasi penting untuk menjaga keberlanjutan kapital,tanpa investasi, industri kehutanan akan berhenti,” ujar dia dalam diskusi publik bertajuk “Ketelusuran Industri Kayu Indonesia: Tantangan dan Solusi”.

Menurut Sudarsono salah satu penyebab semakin menurunnya investasi di sektor kehutanan saat ini karena regulasi di sektor kayu cenderung menimbulkan beban biaya dibanding manfaat nyata, khususnya bagi pelaku di lapangan.

Dia menilai setiap aturan hampir pasti menimbulkan beban biaya yang tinggi yang lebih besar dibandingkan manfaat yang didapatkan pelaku industri kehutanan dan produksi kayu.

“Yang kita butuhkan adalah aturan yang tepat guna, bukan aturan yang justru mematikan industri,” katanya.

Senada dengan itu pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan sektor kehutanan dan kayu kini masuk kategori industri sunset, terlihat kontribusinya terhadap PDB turun dari 0,7 persen menjadi hanya 0,36 persen.

Selain itu, lanjutnya dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) kontribusi investasi domestik di sektor kehutanan hanya sekitar 1 persen, sementara asing hanya 0,02 persen.

“Ini menunjukkan rendahnya minat investasi. Padahal kalau dikelola optimal, sektor kayu bisa jadi pengungkit ekonomi,” katanya.

Dia menambahkan meskipun produksi kayu tumbuh, industri pengolahan seperti gergajian dan kayu lapis justru menurun, selain itu kinerja ekspor pun melemah dalam empat tahun terakhir, meski sempat naik dalam satu dekade terakhir.

Sementara itu pengamat kehutanan Petrus Gunarso menyoroti investasi di sektor kehutanan tidak murah karena regulasinya ruwet selain itu tidak ada jaminan keamanan.

Di sisi lain, tambahnya, Kementerian Kehutanan lebih menitikberatkan pada kegiatan memanen kayu atau hasil hutan daripada penanaman hutan produksi.

“Saat ini dari 34 juta hektar hutan produksi sudah habis tinggal lahannnya,” katanya.

Oleh karena itu, menurut Petrus Gunarso, perlu digalakkannya hutan desa dengan memberdayakan masyarakat desa untuk melakukan penanaman berbagai jenis pohon yang berbeda-beda sesuai potensi daerah.

Menurut dia, perlu ada kerjasama antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal untuk memberdayakan masyarakat desa dalam pengembangan hutan produksi atau Social forestry.

“Kalau mau ada investasi di sektor kehutanan harus ada kerjasama. Dalam 20 tahun industri kehutanan bisa bangkit kalau ada yang menanam” katanya

link slot server thailand