Menguak Fakta di Balik Perang Israel-Iran, Siapa Untung-Siapa Buntung?

Anggota Neturei Karta, kelompok Yahudi pinggiran yang menentang negara Israel, mengambil bagian dalam protes untuk mendukung Iran dan Palestina, di Times Square di New York City, AS, 16 Juni 2025. (REUTERS/Eduardo Munoz)

Gencatan senjata antara Israel dan Iran kini berlaku setelah konflik 12 hari. Namun, pertanyaan besar yang tersisa adalah apakah perang ini benar-benar telah usai dan siapa pihak yang sesungguhnya diuntungkan dari eskalasi militer dramatis tersebut.


Perang singkat yang disebut oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai “Perang 12 Hari” ini diakhiri dengan gencatan senjata total. Meskipun pertempuran langsung telah berhenti, kedua belah pihak, baik Israel maupun Iran, sama-sama mengklaim kemenangan.

Iran menggelar perayaan di jalan-jalan untuk merayakan apa yang mereka sebut sebagai “kemenangan besar” dan perlawanan heroik. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim sebuah “kemenangan untuk generasi mendatang”.


Al Jazeera menganalisis bahwa Israel berhasil mencapai tujuan taktisnya dengan merusak target-target di permukaan wilayah Iran secara signifikan. Namun, klaim AS bahwa fasilitas nuklir bawah tanah Iran telah hancur total belum dapat diverifikasi secara independen dan membutuhkan inspeksi di lokasi untuk pembuktian.


Sementara itu, Iran, meskipun menderita kerusakan, berhasil mengubah kalkulasi strategis di kawasan. Dengan membalas secara langsung melalui serangan rudal dan drone, Iran menunjukkan bahwa mereka tidak akan lagi hanya mengandalkan proksi dalam konfrontasi di masa depan. Hal ini menandai pergeseran dari perang bayangan ke potensi konfrontasi langsung antarnegara.


Para pakar menilai bahwa gencatan senjata ini hanyalah sebuah jeda, bukan sebuah perjanjian damai yang menyelesaikan akar permasalahan. Masa depan program nuklir Iran menjadi salah satu isu sentral yang akan menentukan arah perdamaian.

Ali Ansari, seorang profesor sejarah Iran di Universitas St Andrews, memberikan pandangannya kepada Al Jazeera mengenai kemungkinan langkah Iran selanjutnya.

“Itu sangat bergantung pada dinamika di dalam negeri dan bagaimana setiap langkah mundur dirumuskan, tetapi sudah ada seruan untuk menghentikan pengayaan uranium dari para aktivis di dalam negeri,” tuturnya.

Seberapa besar kemungkinan serangan lain terhadap Iran?

Apa yang Israel dan Iran sepakati adalah gencatan senjata. Mereka belum berdamai. Mengenai program nuklir Iran, para ahli mengatakan bahwa secara umum, ada dua kemungkinan jalan ke depan.

Pertama yakni inspeksi PBB terhadap fasilitas nuklir Iran. Hal ini mungkin menyerupai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) mantan Presiden AS Barack Obama tahun 2015, dapat membantu Tehran meredakan tekanan global terhadap programnya, meskipun Trump yang menarik diri dari JCPOA, bukan Iran.

Di sinilah kekuatan Eropa dapat berperan. Tiga dari mereka, Inggris, Prancis, dan Jerman, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada tanggal 20 Juni, bersama dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, dalam upaya untuk menghindari serangan AS.

Tawaran itu sejauh ini gagal, tetapi meski begitu, UE dirasa dapat bertindak sebagai penyeimbang kekuatan keras AS-Israel.

“Iran akan mencoba melibatkan Eropa secara diplomatis dengan mengusulkan peningkatan pemantauan dan membuat komitmen dalam program nuklirnya,” tutur Ioannis Kotoulas, dosen geopolitik di Universitas Athena.

“AS dapat menerima program nuklir damai. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah mengatakannya. Kemungkinannya adalah AS tidak akan mencoba memaksakan perubahan rezim,” katanya. “Eropa sekarang menjadi satu-satunya jalan keluar bagi Iran. Rusia tidak dapat diandalkan.”

Di sisi lain, kemungkinan kedua yakni AS akan kembali bergabung dengan Israel dalam mengebom fasilitas nuklir Iran saat mereka seharusnya sedang merundingkan kesepakatan. Hal ini tergantung poin-poin yang mungkin akan dibicarakan antara Eropa dan Tehran.

“Itu benar-benar bergantung pada dinamika di dalam negeri dan bagaimana setiap upaya pengurangan itu dirumuskan, tetapi sudah ada seruan untuk menghentikan pengayaan uranium dari para aktivis di dalam negeri,” kata Ali Ansari, seorang profesor sejarah Iran di Universitas St Andrews.

Kera4D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*