
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo mengungkap penyebab rendahnya realisasi belanja daerah yang hingga Juli 2025 baru mencapai 37 persen atau setara Rp30,95 triliun.
Menurut Pramono, rendahnya realisasi belanja daerah dipengaruhi kebiasaan penyelesaian anggaran yang menumpuk di akhir tahun sekitar bulan November dan Desember.
“Saya sudah pengalaman 10 tahun di pemerintahan pusat, ini juga dialami yang sama,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Rabu (27/8).
Padahal, kata Pramono, pendapatan pajak di Jakarta cukup baik. Hingga 31 Juli 2025, pendapatan daerah tercatat sebesar Rp43,65 triliun atau 56 persen dari target Rp91,34 triliun.
Bahkan, angka tersebut diklaim 15 persen di atas pendapatan nasional di bidang pajak. Sayangnya, perilaku belanja Jakarta belum maksimal.
Menurut Pramono, pola tersebut juga berdampak pada proses tender dan pengadaan yang kerap dilakukan secara terburu-buru.
“Memang yang selalu jadi problem, tender-tendernya di-‘pepetin’, pengadaannya di-‘pepetin’, dan sebagainya,” kata Pramono.
Berdasarkan pemaparannya, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tercatat Rp18,56 triliun, sementara surplus mencapai Rp14,67 triliun.
Secara total, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2025 berjumlah Rp91,34 triliun.
Ke depan, Pramono menegaskan pihaknya akan melakukan evaluasi untuk memperbaiki realisasi belanja daerah agar lebih optimal.
“Sebenarnya pajak di Jakarta itu bagus banget, kurang lebih 14-15 persen di atas pajak nasional, maksudnya pungutan dari target,” katanya.
Tetapi dalam hal belanja, menurut dia, perilakunya mungkin kurang lebih masih sama dengan pemerintahan pusat. “Inilah yang akan kami lakukan perbaikan untuk itu,” kata Pramono.